Berikut ini jadwal lengkap tayangan laga langsung cabang olah raga Sepak bola untuk ajang SEA Games 2011 dari matchday 1 hingga Final, laga perdana akan digulirkan pada hari ini, Kamis (03/11).
Laga
perdana cabang olah raga ini bakal mempertemukan Vietnam melawan
Filipina yang kemudian dilanjutkan dengan Laos menghadapi Myanmar di
hari yang sama.
Sementara timnas U-23 alias Skuadra Garuda Muda
calon penerus masa depan timnas Indonesia baru akan memainkan partai
pertama mereka pada Senin (07/11) melawan Kamboja.
Berikut detail selengkapnya:
Kamis, 3 November 2011
15.30 WIB - SEA GAMES - Vietnam vs Filipina - RCTI
19.00 WIB - SEA GAMES - Laos vs Myanmar - GLOBAL TV
Jumat, 4 November 2011
15.30 WIB - SEA GAMES - Brunei Darussalam vs Timor Leste - RCTI
Senin, 7 November 2011
15.30 WIB - SEA GAMES - Singapura vs Malaysia - RCTI
18.30 WIB - SEA GAMES - Laos vs Brunei Darussalam - GLOBAL TV
18.30 WIB - SEA GAMES - Indonesia vs Kamboja - RCTI
Rabu, 9 November 2011
15.30 WIB - SEA GAMES - Malaysia vs Thailand - RCTI
18.30 WIB - SEA GAMES - Kamboja vs Singapura - GLOBAL TV
Jumat, 11 November 2011
Jam belum fix - SEA GAMES - Singapura vs Indonesia - RCTI
13.30 WIB - SEA GAMES - Thailand vs Kamboja - RCTI
15.30 WIB - SEA GAMES - Filipina vs Laos - GLOBAL TV
Sabtu, 12 November 2011
15.30 WIB - SEA GAMES - Brunei Darussalam vs Laos - GLOBAL TV
Minggu, 13 November 2011
15.30 WIB - SEA GAMES - Filipina vs Myanmar - GLOBAL TV
16.30 WIB - SEA GAMES - Indonesia vs Thailand - RCTI
Selasa, 15 November 2011
15.30 WIB - SEA GAMES - Myanmar vs Timor Leste - GLOBAL TV
Kamis, 17 November 2011
15.30 WIB - SEA GAMES - Laos vs Vietnam - GLOBAL TV
18.30 WIB - SEA GAMES - Indonesia vs Malaysia - RCTI
Sabtu, 19 November 2011
19.00 WIB - SEA GAMES - Semi Final 1- RCTI
Senin, 21 November 2011
15.30 WIB - SEA GAMES - Perebutan Juara 3 - RCTI
19.00 WIB - SEA GAMES - Final - RCTI
Catatan:
- Penayangan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan lebih dulu berdasarkan wewenang stasiun TV yang bersangkutan.
- Jam siaran yang tercantum adalah Waktu Indonesia Bagian Barat.
Minggu, 06 November 2011
Sabtu, 15 Oktober 2011
Kerajaan Gowa Tallo
Di
Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa,
Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Masing-masing kerajaan tersebut
membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan masing-masing.
Salah
satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528,
sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan
Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang
masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan. Secara
geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis, karena
berada di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar
menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia
bagian Timur maupun yang berasal dari Indonesia bagian Barat. Dengan posisi
strategis tersebut maka kerajaan Makasar berkembang menjadi kerajaan besar dan
berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
Kehidupan Politik
Kehidupan Politik
Penyebaran
Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri Bandang
dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi
Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam.
Raja
Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Ma’towaya
Tumamenanga Ri Agamanna (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin
yang memerintah Makasar tahun 1591 – 1638 dan dibantu oleh Daeng Manrabia
(Raja Tallo) bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin
kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada
masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.
Daerah
kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat
dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada
dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang
dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia
(pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan
Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan
Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan
tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam
peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk
memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda
semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda
memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk
mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba
antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu
Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan
kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru
Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat
persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar.
Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan
menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat
merugikan kerajaan Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a. VOC memperoleh hak monopoli
perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di
Makasar.
c. Makasar harus melepaskan
daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun
perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap
berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra
Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.
Untuk
menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara
besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar,
dan Makasar mengalami kehancurannya.
Kehidupan
Ekonomi
Kerajaan
Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di
Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor :
·
letak
yang strategis,
·
memiliki
pelabuhan yang baik
·
jatuhnya
Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang
yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai
pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak
disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan
sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.
Pelayaran
dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan ADE’
ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE, sehingga dengan adanya hukum niaga
tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami
perkembangan yang pesat.
Selain
perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga
menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.
Kehidupan
Sosial Budaya
Sebagai
negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan
pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan
tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.
Walaupun
masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai
kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan
norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur
berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan
masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.
Di
samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang
terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya
disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to
Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut
dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar
banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran.
Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang
Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan
kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.
Kerajaan Pajang dan Mataram
Kerajaan
Pajang
Kerajaan
Pajang yang didirikan oleh Sultan Adiwijaya pada tahun 1568, tidak berumur
panjang. Kerajaan Pajang terus mengadakan ekspansi ke Jawa Timur. Setelah
berhasil menaklukkan penguasa-penguasa lokal di Jawa Timur Raja Pajang
memberikan hadiah kepada dua orang yang berjasa dalam penaklukan-penaklukannya,
yaitu Ki Ageng Pamanahan dan Ki Ageng Panjawi. Ki Ageng Pamanahan yang telah
berjasa dalam pertempuran melawan Aria Panangsang, diberi kekuasaan di Mataram,
sedangkan Ki Ageng Panjawi diberi kekuasaan di Pati.
Sepeninggal
Ki Ageng Pamanahan (1584), putranya yang bernama Panembahan Senopati Ing Alaga
(Sutawijaya), menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Adipati Mataram dan
sekaligus diangkat sebagai panglima tentara Pajang.
Setelah
Sultan Adiwijaya meninggal tahun 1582, takhta Pajang direbut Aria Pangiri
(menantu Adiwijaya). Putra Adiwijaya yang bernama Pangeran Banowo meminta
bantuan kepada Adipati Mataram, Panembahan Senopati, untuk merebut takhta
kerajaan. Aria Pangiri kalah dan melarikan diri ke Banten, sementara Pangeran
Banowo menyerahkan takhta kerajaan kepada Panembahan Senopati. Berakhirlah
Kerajaan Pajang dan selanjutnya berdirilah Kerajaan Mataram.
Kerajaan
Mataram
Kerajaan Mataram didirikan oleh Panembahan Senopati Ing
Alaga (Sutawijaya) (1584-1601), pada sekitar abad ke-16. Pusat kerajaan
terletak di Yogyakarta. Ia mempunyai cita-cita untuk mempersatukan Jawa ke
dalam pengaruh kekuasaannya. Untuk itu, ia melakukan perluasan kekuasaan
kedaerah Demak, Madiun, Kediri, Ponorogo, Tuban, dan Pasuruan. Tetapi cita-citanya
itu mendapat rintangan dari daerah lainnya dan Surabaya tidak dapat
ditaklukkan. Para pelaut Belanda melaporkan tentang ekspedisi Mataram melawan
Banten sekitar tahun 1597 yang mengalami kegagalan.
Senopati meninggal tahun 1601, dan dimakamkan di Kota Gede.
Ia digantikan oleh putranya bernama Mas Jolang terkenal dengan nama Panembahan
Seda Ing Krapyak (1601-1613). Pada tahun 1602, Pangeran Puger, saudara sepupu
raja yang telah diangkat sebagai penguasa Demak melakukan pemberontakan. Pada
tahun 1602, Krapyak dipaksa mundur, namun sekitar 1605 Pangeran Puger berhasil
dikalahkannya. Pada masa Krapyak ini, Mataram mengadakan kontak pertamanya
dengan VOC. Pada tahun 1613 dia mengirim duta kepada Gubernur Jenderal Pieter
Both di Maluku untuk mengadakan persekutuan. Kemungkinan Krapyak beranggapan
bahwa dia
dan VOC sama-sama memusuhi Surabaya.
dan VOC sama-sama memusuhi Surabaya.
Setelah Krapyak meninggal, takhta kerajaan diserahkan kepada
anaknya yang bernama Raden
Rangsang yang terkenal dengan gelar Sultan Agung (1613-1645). Dialah raja Mataram terbesar dalam sejarah. Seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk Madura mengakui kedaulatan Mataram. Pada tahun 1625, ia berhasil menaklukkan Surabaya yang sukar dikalahkan. Di Jawa Barat, kekuasaan Mataram tertanam di Cirebon, Sumedang, dan Ukur (Bandung sekarang). Cita-citanya untuk mempersatukan seluruh Jawa di bawah kekuasaannya tidak berhasil. Banten yang merupakan saingan utamanya tidak berhasil dikuasai.
Rangsang yang terkenal dengan gelar Sultan Agung (1613-1645). Dialah raja Mataram terbesar dalam sejarah. Seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk Madura mengakui kedaulatan Mataram. Pada tahun 1625, ia berhasil menaklukkan Surabaya yang sukar dikalahkan. Di Jawa Barat, kekuasaan Mataram tertanam di Cirebon, Sumedang, dan Ukur (Bandung sekarang). Cita-citanya untuk mempersatukan seluruh Jawa di bawah kekuasaannya tidak berhasil. Banten yang merupakan saingan utamanya tidak berhasil dikuasai.
Pada masa kepemimpinan Sultan Agung, Mataram mengalami
kejayaan dalam berbagai bidang di antaranya dalam bidang perekonomian. Mataram adalah
sebuah negara agraris yang mengutamakan mata pencahariannya dalam bidang
pertanian. Kehidupan masyarakatnya berkembang dengan pesat yang didukung oleh
hasil bumi yang berupa beras (padi). Di bidang kebudayaan Sultan Agung berhasil
membuat Kalender Jawa, yang merupakan perpaduan tahun Saka dengan tahun
Hijriyah. Dalam bidang seni sastra, Sultan Agung mengarang kitab sastra gending
yang berupa kitab filsafat. Sultan Agung juga menciptakan tradisi Syahadatain
(dua kalimah syahadat) atau Sekaten, yang sampai sekarang tetap diadakan di
Yogyakarta dan Cirebon setiap tahun.
Tumbuhnya kerajaan Mataram yang bersifat agraris bersamaan
dengan tumbuhnya susunan masyarakat feodal. Susunan masyarakat feodal Mataram dibedakan
antara penguasa dengan yang dikuasai dan antara pemilik tanah dengan penggarap.
Ketika kekuasaan Mataram dibagi-bagi oleh pemerintah kolonial Belanda, sistem
feodalisme Mataram tetap dipertahankan. Puncak hierarki masyarakat feodal
berada di tangan raja. Untuk melambangkan status kebesaran raja dapat dilihat
dari bangunan keratonnya. Sultan Agung membangun Keraton Mataram di Karta dan
Sitinggil (Yogyakarta) pada tahun 1614 dan 1625 yang dilengkapi dengan
alun-alun, tembok keliling, pepohonan, masjid besar, dan kolam.
Sementara itu, VOC berhasil menduduki Batavia. Sultan Agung
berusaha melakukan serangan ke Batavia (markas VOC) pada tahun 1628 dan 1629 dengan
tujuan untuk mengusir Belanda dari Batavia, tetapi serangan itu mengalami kegagalan.
Serangannya yang pertama pada tahun 1628, membuat beberapa kali benteng VOC
terancam jatuh, namun upaya ini belum berhasil, pihak Jawa menderita kerugian
besar. Pada tahun 1629, Sultan Agung mencoba lagi melakukan serangan kedua.
Serangan ini pun ternyata mengalami kegagalan pasukan-pasukan Mataram mulai
bergerak pada akhir Mei, tetapi pada bulan Juli kapal-kapal VOC berhasil
menemukan dan menghancurkan gudang-gudang beras dan perahu-perahu di Tegal dan
Cirebon yang disiapkan untuk tentara Sultan Agung. Penyerangan terhadap Batavia
hanya bertahan selama beberapa minggu, pihak Sultan Agung banyak mengalami
penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kelaparan.
Pada tahun 1645, Sultan Agung wafat dan dimakamkan di situs
pemakaman di puncak bukit tertinggi di Imogiri, yang ia buat sebelumnya.
Kerajaan Mataram kemudian dipimpin oleh putranya, Amangkurat I (1647-1677).
Pada masa pemerintahannya, Mataram mengalami kemunduran karena masuknya
pengaruh Belanda. Amangkurat I dan pengganti-pengganti selanjutnya bekerja sama
dengan VOC dan penguasa Belanda. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk
menguasai tanah Jawa yang subur.
Belanda berhasil memecah belah Mataram. Pada tahun 1755
dilakukan Perjanjian Giyanti, yang membagi kerajaan Mataram menjadi dua wilayah
kerajaan, yaitu:
1)
Daerah
kesultanan Yogyakarta yang dikenal dengan nama Ngayogyakarta Hadiningrat
dipimpin oleh Mangkubumi sebagai rajanya dengan gelar Sultan Hamengkubuwono.
2) Daerah Kasunanan Surakarta, dipimpin oleh
Susuhunan Pakubuwono. Campur tangan Belanda mengakibatkan kerajaan Mataram
terbagi menjadi beberapa bagian, sehingga pada tahun 1813 terdapat empat
keluarga raja yang masing-masing memiliki wilayah kekuasaan, yaitu: Kerajaan
Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Pakualaman, dan Mangkunegaran.
Kerajaan Demak
Demak
adalah kesultanan atau kerajaan islam pertama di pulau jawa.
Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah (1478-1518) pada tahun 1478, Raden
patah adalah bangsawan kerajaan Majapahit yang menjabat sebagai adipati
kadipaten Bintara, Demak. Pamor kesultanan ini didapatkan dari Walisanga, yang
terdiri atas sembila orang ulama besar, pendakwah islam paling awal di pulau
jawa.
Atas
bantuan daerah-daerah lain yang sudah lebih dahulu menganut islam seperti
Jepara, Tuban dan Gresik, Raden patah sebagai adipati Islam di Demak memutuskan
ikatan dengan Majapahit saat itu, Majapahit memang tengah berada dalam kondisi
yang sangat lemah. Dengan proklamasi itu, Radeh Patah menyatakan kemandirian
Demak dan mengambil gelar Sultan Syah Alam Akbar.
Pada
awal abad ke 14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming di China mengirimkan seorang
putri kepada raja Brawijaya V di Majapahit, sebagai tanda persahabatan kedua
negara. Putri yang cantik jelita dan pintar ini segera mendapat tempat istimewa
di hati raja. Raja brawijaya sangat tunduk kepada semua kemauan sang putri jelita,
hingga membawa banyak pertentangan dalam istana majapahit. Pasalnya sang putri
telah berakidah tauhid. Saat itu, Brawijaya sudah memiliki permaisuri yang
berasal dari Champa (sekarang bernama kamboja), masih kerabat Raja Champa.
Sang
permaisuri memiliki ketidak cocokan dengan putri pemberian Kaisar yan Lu.
Akhirnya dengan berat hati raja menyingkirkan putri cantik ini dari istana.
Dalam keadaan mengandung, sang putri dihibahkan kepada adipati Pelembang, Arya
Damar. Nah di sanalah Raden Patah dilahirkan dari rahim sang putri cina.
Nama
kecil raden patah adalah pangeran Jimbun. Pada masa mudanya raden patah
memperoleh pendidikan yang berlatar belakang kebangsawanan dan politik. 20
tahun lamanya ia hidup di istana Adipati Palembang. Sesudah dewasa ia kembali
ke majapahit.
Raden
Patah memiliki adik laki-laki seibu, tapi beda ayah. Saat memasuki usia belasan
tahun, raden patah bersama adiknya berlayar ke Jawa untuk belajar di Ampel
Denta. Mereka mendarat di pelabuhan Tuban pada tahun 1419 M.
Patah
sempat tinggal beberapa lama di ampel Denta, bersama para saudagar muslim
ketika itu. Di sana pula ia mendapat dukungan dari utusan Kaisar Cina, yaitu
laksamana Cheng Ho yang juga dikenal sebagai Dampo Awang atau Sam Poo Tai-jin,
seorang panglima muslim.
Raden
patah mendalami agama islam bersama pemuda-pemuda lainnya, seperti raden Paku
(Sunan Giri), Makhdum ibrahim (Sunan Bonang), dan Raden Kosim (Sunan Drajat).
Setelah dianggap lulus, raden patah dipercaya menjadi ulama dan membuat
permukiman di Bintara. Ia diiringi oleh Sultan Palembang, Arya Dilah 200
tentaranya. Raden patah memusatkan kegiatannya di Bintara, karena daerah
tersebut direncanakan oleh Walisanga sebagai pusat kerajaan Islam di Jawa.
Di
Bintara, Patah juga mendirikan pondok pesantren. Penyiaran agama dilaksanakan
sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan. Perlahan-lahan, daerah tersebut
menjadi pusat keramaian dan perniagaan. Raden patah memerintah Demak hingga
tahun 1518, dan Demak menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa sejak
pemerintahannya.
Secara
beruturut-turut, hanya tiga sultan Demak yang namanya cukup terkenal, Yakni
Raden Patah sebagai raja pertama, Adipati Muhammad Yunus atau Pati Unus sebagai
raja kedua, dan Sultan Trenggana, saudara Pati Unus, sebagai raja ketiga (1524
– 1546).
Dalam
masa pemerintahan Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang,
diantaranya adalah perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan
pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara
(penguasa).
Keberhasilan
Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia
melanklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478), hingga
dapat menggambil alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Patah juga mengadakan
perlawan terhada portugis, yang telah menduduki malaka dan ingin mengganggu
demak. Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus atau Adipati
Yunus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal. Perjuangan Raden
Patah kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan ayahnya pada tahun
1518.
Dalam
bidang dakwah islam dan pengembangannya, Raden patah mencoba menerapkan hukum
islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ia juga membangun istana dan
mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal dengan masjid Agung
Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh walisanga.
Di
antara ketiga raja demak Bintara, Sultan Trenggana lah yang berhasil
menghantarkan Kusultanan Demak ke masa jayanya. Pada masa trenggan, daerah
kekuasaan demak bintara meliputi seluruh jawa serta sebagian besar pulau-pulau
lainnya. Aksi-aksi militer yang dilakukan oleh Trenggana berhasil memperkuat
dan memperluas kekuasaan demak. Di tahun 1527, tentara demak menguasai tuban,
setahun kemudian menduduki Wonosari (purwodadi, jateng), dan tahun 1529
menguasai Gagelang (madiun sekarang). Daerah taklukan selanjutnya adalah
medangkungan (Blora, 1530), Surabaya (1531), Lamongan (1542), wilayah Gunung
Penanggungan (1545), serta blambangan, kerajaan hindu terakhir di ujung timur
pulau jawa (1546).
Di
sebelah barat pulau jawa, kekuatan militer Demak juga merajalela. Pada tahun
1527, Demak merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran (kerajaan Hindu di Jawa Barat),
serta menghalau tentara tentara portugis yang akan mendarat di sana. Kemudian,
bekerja sama dengan saudagar islam di Banten, Demak bahkan berhasil meruntuhkan
Pajajaran. Dengan jatuhnya Pajajaran, demak dapat mengendalikan Selat
Sunda. Melangkah lebih jauh, lampung sebagai sumber lada di seberang selat
tersebut juga dikuasai dan diislamkan. Perlu diketahui, panglima perang andalan
Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (sumatera), yang juga
menjadi menantu Sultan Trenggana.
Di
timur laut, pengaruh demak juga sampai ke Kesultanan banjar di kalimantan.
Calon pengganti Raja Banjar pernah meminta agar sultan Demak mengirimkan
tentara, guna menengahi masalah pergantian raja banjar. Calon pewaris mahkota
yang didukung oleh rakyat jawa pun masuk islam, dan oleh seorang ulama
dari Arab, sang pewaris tahta diberi nama Islam. Selama masa kesultanan Demk,
setiap tahun raja Banjar mengirimkan upeti kepada Sultan Demak. Tradisi ini
berhenti ketika kekuasaan beralih kepada Raja Pajang.
Di
masa jayanya, Sultan Trenggana berkunjung kepada Sunan Gunung Jati. Dari Sunan
gunung jati, Trenggana memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Gelar Islam
seperti itu sebelumnya telah diberikan kepada raden patah, yaitu setelah ia
berhasil mengalahkan Majapahit.
Trenggana
sangat gigih memerangi portugis. Seiring perlawanan Demak terhadap bangsa
portugis yang dianggap kafir. Demak sebagai kerajaan islam terkuat pada masanya
meneguhkan diri sebagai pusat penyebaran Islam pada abad ke 16.
Sultan
Trenggan meninggal pada tahn 1546, dalam sebuah pertempuran menaklukkan
Pasuran. Ia kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Setelah sultan trenggana
mengantar Demak ke masa jaya, keturunan sultan tersebut silih berganti berkuasa
hingga munculnya kesultanan pajang.
Masjid
agung Demak sebagai lambang kekuasaan bercorak Islam adalah sisi tak
terpisahkan dari kesultanan Demak Bintara. Kegiatan walisanga yang berpusat di
Masjid itu. Di sanalah tempat kesembilan wali bertukar pikiran tentang
soal-soal keagamaan.
Masjid
demak didirikan oleh Walisanga secara bersama-sama. Babad demak menunjukkan
bahwa masjid ini didirikan pada tahun Saka 1399 (1477) yang ditandai oleh
candrasengkala Lawang Trus Gunaning Janma, sedangkan pada gambar bulus yang
berada di mihrab masjid ini terdapat lambang tahun Saka 1401 yang menunjukkan
bahwa masjid ini berdiri pada tahun 1479.
Pada
awalnya, majid agung Demak menjadi pusat kegiatan kerajaan islam pertama di
jawa. Bagunan ini juga dijadikan markas para wali untuk mengadakan Sekaten.
Pada upacara sekaten, dibunyikanlah gamelan dan rebana di depan serambi masjid,
sehingga masyarakat berduyun-duyun mengerumuni dan memenuhi depan gapura. Lalu
para wali mengadakan semacam pengajian akbar, hingga rakyat pun secara sukarela
dituntun mengucapkan dua kalimat syahadat.
Cepatnya
kota demak berkembang menjadi pusat perniagaan dan lalu lintas serta pusat
kegiatan pengislaman tidak lepas dari andil masjid Agung Demak. Dari sinilah
para wali dan raja dari Kesultanan Demak mengadakan perluasan kekuasaan yang
dibarengi oleh kegiatan dakwah islam ke seluruh Jawa.
Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan
Aceh berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai. Sebagaimana tercatat
dalam sejarah, pada tahun 1360 M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh Majapahit,
dan sejak saat itu, kerajaan Pasai terus mengalami kemudunduran. Diperkirakan,
menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri
dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1
Jumadil Awal 913 H (1511 M) . Pada tahun 1524 M, Mughayat Syah berhasil
menaklukkan Pasai, dan sejak saat itu, menjadi satu-satunya kerajaan yang
memiliki pengaruh besar di kawasan tersebut. Bisa dikatakan bahwa, sebenarnya
kerajaan Aceh ini merupakan kelanjutan dari Samudera Pasai untuk membangkitkan
dan meraih kembali kegemilangan kebudayaan Aceh yang pernah dicapai sebelumnya.
Pada
awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar
yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naih tahta
menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah
Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar
tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur
Sumatera seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat
Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial
Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti pada Portugis, karena itu, untuk
menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia
taklukkan dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan
Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil
dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
Sejarah
mencatat bahwa, usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis dari seluruh bumi
Aceh dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang sudah berada di bawah
Portugis berjalan lancar. Secara berurutan, Portugis yang berada di daerah Daya
ia gempur dan berhasil ia kalahkan. Ketika Portugis mundur ke Pidie, Mughayat
juga menggempur Pidie, sehingga Portugis terpaksa mundur ke Pasai. Mughayat
kemudian melanjutkan gempurannya dan berhasil merebut benteng Portugis di
Pasai.
Kemenangan
yang berturut-turut ini membawa keuntungan yang luar biasa, terutama dari aspek
persenjataan. Portugis yang kewalahan menghadapi serangan Aceh banyak
meninggalkan persenjataan, karena memang tidak sempat mereka bawa dalam gerak
mundur pasukan. Senjata-senjata inilah yang digunakan kembali oleh pasukan
Mughayat untuk menggempur Portugis.
Ketika
benteng di Pasai telah dikuasai Aceh, Portugis mundur ke Peurelak. Namun,
Mughayat Syah tidak memberikan kesempatan sama sekali pada Portugis. Peurelak
kemudian juga diserang, sehingga Portugis mundur ke Aru. Tak berapa lama, Aru
juga berhasil direbut oleh Aceh hingga akhirnya Portugis mundur ke Malaka.
Dengan kekuatan besar, Aceh kemudian melanjutkan serangan untuk mengejar
Portugis ke Malaka dan Malaka berhasil direbut. Portugis melarikan diri ke Goa,
India. Seiring dengan itu, Aceh melanjutkan ekspansinya dengan menaklukkan
Johor, Pahang dan Pattani. Dengan keberhasilan serangan ini, wilayah kerajaan
Aceh Darussalam mencakup hampir separuh wilayah pulau Sumatera, sebagian
Semenanjung Malaya hingga Pattani.
Demikianlah,
walaupun masa kepemimpinan Mughayat Syah relatif singkat, hanya sampai tahun
1528 M, namun ia berhasil membangun kerajaan Aceh yang besar dan kokoh. Ali
Mughayat Syah juga meletakkan dasar-dasar politik luar negeri kerajaan Aceh
Darussalam, yaitu:
- Mencukupi kebutuhan sendiri, sehingga tidak bergantung pada pihak luar.
- Menjalin persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.
- Bersikap waspada terhadap negara kolonial Barat.
- Menerima bantuan tenaga ahli dari pihak luar.
- Menjalankan dakwah Islam ke seluruh kawasan nusantara.
Sepeninggal
Mughayat Syah, dasar-dasar kebijakan politik ini tetap dijalankan oleh
penggantinya.
Dalam
sejarahnya, Aceh Darussalam mencapai masa kejayaan di masa Sultan Iskandar Muda
Johan Pahlawan Meukuta Alam (1590-1636). Pada masa itu, Aceh merupakan salah
satu pusat perdagangan yang sangat ramai di Asia Tenggara. Kerajaan Aceh pada
masa itu juga memiliki hubungan diplomatik dengan dinasti Usmani di Turki,
Inggris dan Belanda. Pada masa Iskandar Muda, Aceh pernah mengirim utusan ke
Turki Usmani dengan membawa hadiah. Kunjungan ini diterima oleh Khalifah Turki
Usmani dan ia mengirim hadiah balasan berupa sebuah meriam dan penasehat
militer untuk membantu memperkuat angkatan perang Aceh.
Hubungan
dengan Perancis juga terjalin dengan baik. Pada masa itu, Perancis pernah
mengirim utusannya ke Aceh dengan membawa hadiah sebuah cermin yang sangat
berharga. Namun, cermin ini ternyata pecah dalam perjalanan menuju Aceh. Hadiah
cermin ini tampaknya berkaitan dengan kegemaran Sultan Iskandar Muda pada
benda-benda berharga. Saat itu, Iskandar Muda merupakan satu-satunya raja
Melayu yang memiliki Balee Ceureumeen (Aula Kaca) di istananya yang megah,
Istana Dalam Darud Dunya. Konon, menurut utusan Perancis tersebut, luas istana
Aceh saat itu tak kurang dari dua kilometer. Di dalam istana tersebut, juga
terdapat ruang besar yang disebut Medan Khayali dan Medan Khaerani yang mampu
menampung 300 ekor pasukan gajah, dan aliran sungai Krueng yang telah
dipindahkan dari lokasi asal alirannya.
Sebelum
Iskandar Muda berkuasa, sebenarnya juga telah terjalin hubungan baik dengan
Ratu Elizabeth I dan penggantinya, Raja James dari Inggris. Bahkan, Ratu
Elizabeth pernah mengirim utusannya, Sir James Lancaster dengan membawa
seperangkat perhiasan bernilai tinggi dan surat untuk meminta izin agar Inggris
diperbolehkan berlabuh dan berdagang di Aceh. Sultan Aceh menjawab positif
permintaan itu dan membalasnya dengan mengirim seperangkat hadiah, disertai
surat yang ditulis dengan tinta emas. Sir James Lancaster sebagai pembawa pesan
juga dianugerahi gelar Orang Kaya Putih sebagai penghormatan. Berikut ini
cuplikan surat Sulta Aceh pada Ratu Inggris bertarikh 1585 M:
I
am the mighty ruler of the Regions below the wind, who holds sway over the land
of Aceh and over the land of Sumatra and over all the lands tributary to Aceh,
which stretch from the sunrise to the sunset.
(Hambalah
Sang Penguasa Perkasa Negeri-negeri di bawah angin, yang terhimpun di atas
tanah Aceh, tanah Sumatera dan seluruh wilayah yang tunduk kepada Aceh, yang
terbentang dari ufuk matahari terbit hingga matahari terbenam).
Ketika
Raja James berkuasa di Inggris, ia pernah mengirim sebuah meriam sebagai hadiah
kepada sultan Aceh. Hubungan ini memburuk pada abad ke 18, karena nafsu
imperialisme Inggris untuk menguasai kawasan Asia Tenggara. Selain itu, Aceh
juga pernah mengirim utusan yang dipimpin oleh Tuanku Abdul Hamid ke Belanda,
di masa kekuasaan Pangeran Maurits, pendiri dinasti Oranye. Dalam kunjungan
tersebut, Abdul Hamid meninggal dunia dan dimakamkan di pekarangan sebuah
gereja dengan penuh penghormatan, dihadiri oleh para pembesar Belanda. Saat
ini, di makam tersebut terdapat sebuah prasasti yang diresmikan oleh Pangeran
Bernhard, suami Ratu Juliana.
Ketika
Iskandar
Muda meninggal dunia tahun 1636 M, yang naik sebagai penggantinya adalah Sultan Iskandar Thani Ala‘ al-Din
Mughayat Syah (1636-1641M). Di masa kekuasaan Iskandar Thani, Aceh masih
berhasil mempertahankan masa kejayaannya. Penerus berikutnya adalah Sri Ratu
Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675 M), putri Iskandar Muda dan permaisuri
Iskandar Thani. Hingga tahun 1699 M, Aceh secara berturut-turut dipimpin oleh
empat orang ratu. Di masa ini, kerajaan Aceh sudah mulai memasuki era
kemundurannya. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya konflik internal di
Aceh, yang disebabkan penolakan para ulama Wujudiyah terhadap pemimpin
perempuan. Para ulama Wujudiyah saat itu berpandangan bahwa, hukum Islam tidak
membolehkan seorang perempuan menjadi pemimpin bagi laki-laki. Kemudian terjadi
konspirasi antara para hartawan dan uleebalang, dan dijustifikasi oleh pendapat para ulama
yang akhirnya berhasil memakzulkan Ratu Kamalat Syah. Sejak saat itu,
berakhirlah era sultanah di Aceh.
Memasuki
paruh kedua abad ke-18, Aceh mulai terlibat konflik dengan Belanda dan Inggris
yang memuncak pada abad ke-19. Pada akhir abad ke-18 tersebut, wilayah
kekuasaan Aceh di Semenanjung Malaya, yaitu Kedah dan Pulau Pinang dirampas
oleh Inggris. Pada tahun 1871 M, Belanda mulai mengancam Aceh atas restu dari
Inggris, dan pada 26 Maret 1873 M, Belanda secara resmi menyatakan perang
terhadap Aceh. Dalam perang tersebut, Belanda gagal menaklukkan Aceh. Pada
tahun 1883, 1892 dan 1893 M, perang kembali meletus, namun, lagi-lagi Belanda
gagal merebut Aceh. Pada saat itu, Belanda sebenarnya telah putus asa untuk
merebut Aceh, hingga akhirnya, Snouck Hurgronye, seorang sarjana dari
Universitas Leiden, menyarankan kepada pemerintahnya agar mengubah fokus
serangan, dari sultan ke ulama. Menurutnya, tulang punggung perlawanan rakyat
Aceh adalah para ulama, bukan sultan. Oleh sebab itu, untuk melumpuhkan
perlawanan rakyat Aceh, maka serangan harus diarahkan kepada para ulama. Saran
ini kemudian diikuti oleh pemerintah Belanda dengan menyerang basis-basis para
ulama, sehingga banyak masjid dan madrasah yang dibakar Belanda.
Saran
Snouck Hurgronye membuahkan hasil: Belanda akhirnya sukses menaklukkan Aceh.
J.B. van Heutsz, sang panglima militer, kemudian diangkat sebagai gubernur
Aceh. Pada tahun 1903, kerajaan Aceh berakhir seiring dengan menyerahnya Sultan
M. Dawud kepada Belanda. Pada tahun 1904, hampir seluruh Aceh telah direbut
oleh Belanda. Walaupun demikian, sebenarnya Aceh tidak pernah tunduk sepenuhnya
pada Belanda. Perlawanan yang dipimpin oleh tokoh-tokoh masyarakat tetap
berlangsung. Sebagai catatan, selama perang Aceh, Belanda telah kehilangan
empat orang jenderalnya yaitu: Mayor Jenderal J.H.R Kohler, Mayor Jenderal
J.L.J.H. Pel, Demmeni dan Jenderal J.J.K. De Moulin.
Langganan:
Postingan (Atom)